Tradisi bagda sapi atau biasa disebut juga syawalan sapi, adalah kirab hewan ternak keliling kampung, pada bakdo kupat atau kupatan, yaitu puncak acara Lebaran atau hari ke tujuh perayaan Hari Raya Idul Fitri.
Kirab ini dilakukan setelah warga dusun selesai mengadakan kenduren atau kenduri ramai- ramai di halaman masjid, halaman rumah tokoh masyarakat maupun tokoh agama, ataupun di jalan desa. Rangkaian acara ini diawali dengan upacara kenduri, dimana masing-masing warga membawa ketupat serta lauknya. Usai gelaran kenduri, warga akan mempersiapkan ternak sapi dan kambingnya dengan cara dimandikan, kemudian pada bagian kepalanya diberi wewangian, kemudian pada leher sapi akan digantungkan ketupat, sebagai simbol permintaan maaf pemiliknya atas perlakuan mereka kepada hewan ternaknya.Setelah selesai, hewan ternak sapi dan kambing itu akan digiring untuk mengelilingi jalan desa.
Bagda sapi sesungguhnya mengandung nilai spiritual yang tinggi karena merupakan wujud syukur kepada Tuhan, karena hewan-hewan ternak tersebut merupakan rejeki yang bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Sedangkan alasan kenapa acara ini dilakukan pada bakdo kupat adalah keyakinan bahwa Nabi Sulaiman AS melakukan hal serupa pada hari ketujuh setelah Lebaran, dengan memeriksa hewan ternaknya.
Konon khabarnya, Bagda sapi sudah berlangsung turun temurun sejak tahun 1931-an di banyak desa di Boyolali. Hanya saja, belakangan ini tradisi bakdo sapi mulai dilupakan dan hanya dilakukan oleh beberapa desa salah satunya adalah dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Itupun sudah banyak berubah, hewan ternak sapi dan kambing tidak lagi dipersiapkan dengan matang tetapi hanya diambil dari kandang dan langsung di kirab.
0 komentar:
Posting Komentar