Ruwahan berasal dari kata “Ruwah” merupakan bulan urutan ke tujuh, dan berbarengan dengan bulan Sya’ban tahun Hijriyyah. Kata RuwahRuwah sendiri memiliki akar kata “arwah”, atau roh para leluhur dan nenek moyang. Konon dari arti kata arwah inilah bulan dijadikan sebagai bulan untuk mengenang para leluhur.
Ruwahan dilakukan sepuluh hari sebelum bulan Puasa (Ramadhan). Pada tradisi ini sejumlah ritus digelar menurut tradisi dan adat di tiap masing-masing daerah atau pedukuhan. Acara dimulai dari acara nisfu syaban, arak-arakan keliling kota, besrik (bersih desa) yang diiringi slametan kecil lalu kenduren di malam hari. Keesokan paginya dilakukan nyadran, hingga berakhir pada acara padusan tepat di penghujung hari menjelang Puasa. Tradisi ini pada intinya melambangkan kesucian dan rasa sukacita memasuki ibadah puasa yang merupakan bentuk iman kesalehan individual dan kolektif.
.
Megengan

- Ketan, makanan ini merupakan simbol eratnya tali silaturahmi.
- Kolak, makanan yang diolah dengan menggunakan santan yang manis, melambangkan hubungan kekeluargaan yang selalu harmonis dan bahagia.
- Apem, makanan yang mempunyai arti kesediaan untuk saling memaafkan
Tradisi megengan ini ternyata tidak hanya menjaga hubungan sosial tetapi juga turut memutar roda perekonomian. Kebutuhan masyarakat akan bahan makanan untuk megengan ini memunculkan pasar kaget ruwahan dikota-kota santri di Jawa. Karena banyaknya orang berkumpul, serta suasana yang meriah membuat pasar kaget ini menjadi satu acara yang menarik, seperti halnya Dugderan di Semarang atau Dhandangan di Kudus. Tak heran tradisi ruwahan ini membuat orang yang tinggal di luar daerah, selalu rindu untuk pulang atau biasa disebut mudik ruwahan.
.
Nyadran

Nyadran sendiri berasal dari kata “sradha”, yang merupakan tradisi yang diawali oleh Ratu Tribuana Tunggadewi, raja ketiga Majapahit. Pada jaman itu Kanjeng Ratu ingin melakukan doa kepada sang ibunda Ratu Gayatri, dan roh nenek moyangnya yang telah diperabukan di Candi Jabo. Untuk keperluan itu dipersiapkanlah aneka rupa sajian untuk didermakan kepada para dewa. Sepeninggal Ratu Tribuana Tunggadewi, tradisi ini dilanjutkan juga oleh Prabu Hayam Wuruk.
Di masa penyebaran agama islam oleh Wali Songo, tradisi tersebut kemudian diadopsi menjadi upacara nyadran karena bertujuan untuk mendoakan orang tua di alam baka. Sebagaimana disebutkan dalam berbagai hadist, bahwasanya ketika seseorang telah meninggal dunia dan berada di alam barzah, maka semua amal kebaikan di dunia menjadi terputus kecuali tiga hal, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak yang sholeh. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban anak dan cucu untuk senantiasa mendoakan arwah leluhurnya yang telah meninggal. Hanya saja sajian yang dibuat tidak lagi diperuntukkan bagi para dewa, tetapi sebagai sarana sedekah kepada kaum miskin.
Pada acara nyadran, berbagai macam bunga ditaburkan di atas makam orang-orang yang mereka kita cintai, oleh karena itu nyadran juga disebut nyekar ( sekar = bunga). Keindahan dan keharuman bunga menjadi simbol untuk selalu mengenang semua yang indah dan yang baik dari mereka yang telah mendahului.
Tradisi ritus ruwahan ini ditutup dengan acara padusan biasanya dilakukan setelah Dhuhur atau Ashar untuk membersihkan diri lahir batin memasuki bulan Ramadhan.
1 komentar:
S1288POKER merupakan Sarana bermain Poker Online dengan Rupiah Asli !!
100% Tanpa BOOT !! Member VS Member !!
Tersedia 7 Games in 1 web :
Poker, Domino, Bandar Ceme, Capsa, Ceme Keliling, Super Ten dan Omaha POker
Minimal Deposit Rp.10.000,- & Wihtdraw Rp.20.000,-
Like Fanspage Kami di [url]www.facebook.com/s1288.poker[/url]
Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
BBM : 7AC8D76B
WA : 08122221680
Posting Komentar